Studio Matalinews, Aktivis AMM, Hamid Nasrudin Anas |
Aktivis, Anas sapaan akrabnya menilai dugaan mafia BBM yang terjadi di NTT harus dilihat secara Objektif. Yang harus digaris bawahi substansi permasalahan yang ikhwal menjadi kerja serius kepolisian secara kelembagaan. Hari ini publik diboyong pada framing media dimana Rudi Soik di anggap sebagai satu - satunya aparat yang habis - habisan memperjuangkan isu BMM di Kupang, padahal jauh sebelum itu permasalahan dan dugaan mafia BBM yang sedihnya diduga dilakukan oleh oknum Aparat hingga pelaku-pelaku usaha di Lapangan sudah sering di angkat oleh aktivis di Kota Kupang.
BBM di NTT kini muncul sebagai masalah di NTT, akan tetapi hal tersebut bukan menjadi permasalahan urgent,
"Problem kita di daerah naif jika dengan adanya permasalahan pemecatan Rudi Soik oleh Polda NTT yang lalu disimpulkan sebagai dampak dari upaya Rudi Soik melawan Mafia BBM dalam institusinya sendiri, Kalau kemudian aktivis gerakan, pemerhati sosial, aliansi - aliansi masyarakat dan organisasi kepemudaan kini dalam mengambil sikap kongkrit lalu mengarahkan isu ini mejadi konflik atas masyarakat maka sudah pasti isu yang harusnya jadi prioritas pada momentum transisi kepemimpinan daerah ini jadi terabaikan". Tandas Anas !
Pada Matalinews Anas membeberkan kasus Rudi Soik ini kalo dilihat secara objektif,
"Terlihat bahwa ini konflik kepentingan Atau kepentingan pribadi Vested Interest, yaitu oleh pemecatannya sebagai Angota Polri kendati beberapa catatan pelanggaran kode etik yang oleh institusi polisi diputus bersalah didalam sidang kode etik beberapa waktu lalu. Lalu oleh upaya mengamankan posisinya di internal kepolisian, olehnya isu BBM ini di framing seolah mafia BBM ini sudah terjadi lama dan dibekingi oleh aparat. Tidak dapat dipungkiri mungkin dalam tanda kutip mafia itu pasti". Tambah Anas
Sebagai aktivis yang cukup berperan aktif hampir pada setiap isu sosial ekonomi hukum hingga politik,
"posisi aktivis gerakan per hari ini seolah terpolarisasi menjadi pro dan kontra, ada yang kemudian mendukung Rudi ada pula yang mendukung langkah langkah kepolisian hal ini cukup di sayangkan sebab seolah gerakan aktivis terkesan di pengaruhi ego atau tendensius oknum dalam kata lain kita sedang dimanfaatkan". Tegasnya
Idealnya didalam momentum transisi kepemimpinan nasional dan daerah peran kepolisian sebagai lembaga dan alat negara sangat dibutuhkan,
"olehnya seharusnya kita biarkan saja Kepolisian Daerah NTT mengambil langkah langkah konsitusi didalam menyelesaikan problem internal. Sebagai aktivis yang pro terhadap kepentingan umum semua kita mesti menjaga independensi dan integritasnya objektivitas analisis dan hipotesi gerakan terhadap isu isu di NTT agar tidak mudah dimanfaatkan". Himbau Anas.
Kami mendorong adanya upaya Keadilan Restoratif atau yang lebih popular dengan istilah Restorative Justice. Teori Restoratif Justice, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana, Keadilan Restoratif masuk untuk pertama kalinya dalam sistem peradilan pidana melalui upaya diversi yang wajib dilakukan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Istilah deformatif justice ini adalah suatu istilah yang pertama kali dipopulerkan oleh Albert Eglash tahun 1977. Menariknya Albert Eglash adalah seorang psikolog yang bekerja di Lembaga pemasyarakatan, lalu baru diterapkan pada kasus-kasus pidana di Indonesia di tahun 2012" Papar Anas.
Secara teoritis didalam prespektif HAM Rudi Soik punya kesempatan yang berbenturan dengan perlembagaan yang didalamnya tempat dia bekerja,
"Dalil hukumnya ada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 27 29 yang menjadikan kebebasan hak asasi manusia. Tapi perlu dilihat secara objektif bahwa Rudi Soik sebelumnya adalah Angota Kepolisian Republik Indonesia, satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari Rudi sebagai personal". Sambungnya.
Perlu adanya upaya menghindari konflik berkepanjangan pada masyarakat, Peraturan Kepolisian Republik Indonesia PERKAPOLRI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dewasa ini kita melihat kewenangan Polri pada pasal 16 dan pasal 17 UU nomor 2 tahun 2002, diantarnya syrat umum dan kusus pada pasal 3 lalu pada pasal 4 yang dimaksud pada pasal 3 dibagi mejadi dua yakini syarat materil dan formal, lebih lanjut pada pasal 5 angka satu dijelaskan pada pasal 4 syarat formal ialah perkara yang tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan tidak berdampak pada konflik sosial ditengah tengah masyarakat, tetas Anas.
Aktivis yang aktif pada Ikatan Mahasiswa ini juga menyinggung terkait dengan proses transisi kepemimpinan di NTT,
"Anas mengajak kepada setiap kandidat untuk tidak mengambil keuntungan dengan menangkap isu Rudi Soik ini menjadi bahan propaganda lalu menjadikan kasus hukum ini menjadi komoditi isu untuk menarik simpati konstiuen. Pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat NTT agar tetap menjaga dari ancaman / isu SARA, Money Politik dan Black Campaign". Tutupnya
Red/AH