Notification

×

Iklan

Iklan

Perlukah UU Pers Direvisi atau Dibiarkan dan apa Dampaknya?

Senin, 12 Agustus 2024 | Agustus 12, 2024 WIB Last Updated 2024-08-12T09:51:06Z
Etmon Oba, S.H, pegiat media massa
Kupang | Detik Sarai - Undang-Undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Selanjutnya disebut UU Pers) merupakan landasan hukum yang mengatur segala hal terkait aktivitas jurnalistik di Indonesia. UU ini berfungsi sebagai jaminan kebebasan pers, yang sangat penting dalam menjaga demokrasi dan mendukung kebebasan berekspresi. Kebebasan pers memungkinkan media untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya terhadap pemerintah dan institusi lainnya, serta menjadi wahana bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, akurat, dan berimbang. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah UU Pers harus direvisi atau dibiarkan tetap seperti adanya? Ada sejumlah dampak jika UU Pers tidak dirubah.


Salah satu dampak positif utama dari tidak diubahnya UU Pers adalah terjaganya stabilitas hukum bagi industri media. Ketika undang-undang tidak berubah, pelaku media memiliki kepastian hukum dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Mereka tahu dengan pasti batasan-batasan yang harus diikuti dan hak-hak yang mereka miliki. Ini memberikan rasa aman bagi jurnalis dalam melaksanakan tugasnya tanpa takut akan perubahan mendadak yang dapat mengganggu proses kerja atau bahkan mengancam kebebasan pers.


Selain itu, mempertahankan UU Pers tanpa perubahan juga menunjukkan komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers. Stabilitas hukum dalam konteks ini berarti pemerintah menghormati dan menjaga ruang bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, yang merupakan salah satu pilar demokrasi. Dalam jangka panjang, ini dapat memperkuat posisi Indonesia di mata internasional sebagai negara yang menghargai hak-hak asasi manusia, termasuk kebebasan berbicara dan kebebasan pers.


Tidak adanya perubahan juga memungkinkan para praktisi media untuk fokus pada pengembangan kualitas jurnalistik tanpa harus khawatir tentang adaptasi terhadap regulasi baru. Mereka dapat lebih fokus pada upaya untuk meningkatkan akurasi, kredibilitas, dan objektivitas pemberitaan mereka. Dengan begitu, media dapat terus berkembang dalam hal kualitas dan etika jurnalistik, yang pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat luas.


Namun, meskipun ada sejumlah dampak positif, tidak mengubah UU Pers juga memiliki beberapa dampak negatif yang signifikan. Pertama, dengan tidak diubahnya undang-undang ini, potensi untuk memperbaiki dan memperbaharui pasal-pasal yang mungkin sudah usang atau tidak relevan lagi dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial menjadi tertahan. Dunia jurnalistik terus berkembang, terutama dengan munculnya media digital dan media sosial. Banyak aspek dalam UU Pers yang mungkin belum mencakup fenomena baru ini, sehingga tanpa perubahan, undang-undang tersebut bisa menjadi tidak efektif dalam menghadapi tantangan-tantangan baru.


Ketiadaan perubahan juga dapat menyebabkan kekakuan dalam penegakan hukum. Misalnya, jika ada pasal dalam UU Pers yang sudah tidak sesuai dengan konteks saat ini, aparat penegak hukum mungkin kesulitan menerapkannya secara adil dan bijaksana. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan baik pihak media maupun masyarakat yang menjadi konsumen berita.


Lebih jauh, dengan tidak adanya perubahan, beberapa ketentuan dalam UU Pers mungkin tidak lagi mampu melindungi jurnalis dari ancaman atau intimidasi. Jika undang-undang tidak mengikuti perkembangan zaman dan tantangan yang dihadapi oleh jurnalis, maka perlindungan yang diberikan bisa jadi tidak cukup. Ini dapat menyebabkan meningkatnya risiko bagi jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, terutama dalam situasi atau daerah yang penuh dengan konflik atau ketegangan politik.


Di sisi lain, tidak mengubah UU Pers juga bisa dilihat sebagai bentuk stagnasi yang dapat menghambat inovasi dalam dunia pers. Tanpa revisi, undang-undang tersebut mungkin tidak mendorong inovasi dalam metode peliputan atau cara-cara baru untuk mengedukasi publik. Dalam lingkungan media yang terus berubah dan berkembang, regulasi yang statis bisa menjadi penghalang bagi kemajuan dan adaptasi yang diperlukan.


Dalam jangka panjang, mempertahankan UU Pers tanpa perubahan bisa berdampak pada kualitas dan kebebasan pers di Indonesia. Ketika undang-undang yang ada tidak cukup tanggap terhadap perubahan sosial, politik, dan teknologi, pers dapat mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi. Pers yang terjebak dalam regulasi yang ketinggalan zaman mungkin menjadi kurang relevan dan kurang mampu memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang semakin kompleks dan beragam.


Pada akhirnya, ketidakmampuan untuk menyesuaikan UU Pers dengan kebutuhan zaman bisa menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap media. Jika publik merasa bahwa pers tidak lagi mampu memberikan informasi yang akurat dan bermanfaat, atau jika media dianggap terlalu dibatasi oleh regulasi yang ketinggalan zaman, ini dapat mengurangi peran media sebagai kontrol sosial yang efektif. Dalam demokrasi, ini merupakan ancaman serius karena pers yang kuat dan bebas adalah salah satu mekanisme utama untuk menjaga akuntabilitas pemerintah dan institusi lainnya.


Dengan demikian, tidak mengubah UU Pers memiliki dampak positif dan negatif yang harus dipertimbangkan secara cermat. Di satu sisi, menjaga stabilitas hukum dan memberikan kepastian bagi pelaku media adalah hal yang penting untuk melindungi kebebasan pers dan mendukung kualitas jurnalistik. Di sisi lain, tanpa perubahan, ada risiko bahwa UU Pers akan menjadi usang dan tidak efektif dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang dihadapi oleh dunia jurnalistik saat ini.


Maka dari itu, diskusi dan evaluasi yang terus menerus diperlukan untuk memastikan bahwa UU Pers tetap relevan, adil, dan mampu melindungi kepentingan jurnalis serta masyarakat luas. Proses ini harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk jurnalis, pemerintah, masyarakat sipil, dan akademisi, untuk mencapai keseimbangan antara stabilitas hukum dan kebutuhan akan reformasi yang progresif. Dengan begitu, pers di Indonesia dapat terus menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi yang kuat dan efektif.


Red/AH