Notification

×

Iklan

Iklan

Ince Sayuna; Penting Adanya Rekayasa Sistem Pemilu Untuk Mempercepat Partisipasi Perempuan, Selain Affirmative Action

Selasa, 14 Mei 2024 | Mei 14, 2024 WIB Last Updated 2024-05-14T03:28:52Z
Doc: Dr. Ince D.P Sayuna, SH., M.Hum., M.KN sedang berbicara, Sebelah Kiri Neda, Anggota DPRD Kota Kupang dan sebelah kanan, Jemris, perwakilan KPU Provinsi NTT
Kupang | Detik Sarai - Politisi perempuan dari partai Golkar Dr. Ince D. P Sayuna, S.H., M.Hum., M. KN hadir sebagai pembicara di kegiatan Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Politik, Undana Kupang, Senin, 13/05/2024 di Aula Teater Gedung Rektorat Undana Kupang.


Merespon fenomena sosial dan politik hari ini tentang eksistensi perempuan dalam proses politik elektoral, Ince mengatakan bahwa ada sebua fakta hari ini dimana jumlah perempuan lebih banyak, jumlah pemilih perempuan juga lebih banyak, tetapi keterwakilan mereka di Lembaga Politik, tetap masih sedikit. 


“Ada banyak kebijakan yang diberikan oleh negara ini menjamin hak politik mereka, termasuk di dalamnya affirmative action, ternyata dalam implementasinya, affirmative action,hanya menjamin proses pencalonan, dia tidak menjamin hasil pemilihan. Untuk itu, maka perempuan dia harus terus berjuang, dalam kompetisi yang sama dengan laki-laki.” Kata Dr. Ince


Sementara itu, Dr. Ince menambahkan untuk mencapai kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen, tidak hanya dengan affirmative action yang saat ini dipakai. Sehingga ada Solusi yang beliau tawarkan.


“Perlunya sebuah rekayasa sistem pemilu untuk bisa mempercepat partisipasi perempuan minimal 30 persen di parlemen yakni dengan membuat kertas suara yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, siapapun yang terpilih nanti, kalau kertas suaranya sudah berbeda, dia akan tetap perempuan dan itu akan bisa mencapai angkat 30 persen” Ujarnya 


Beliau mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Politik Undana Kupang, dengan memilih tema keterwakilan perempuan pada pemilu 2024 antara prosedural dan ketimpangan. 


“Ini sebuah pemikiran komprehensif, dimana setelah mahasiswa dibekali dengan sejumlah teori lalu diundang praktisi untuk berbagi sejumlah pengalam, agar mahasiswa paham tentang praktek-praktek politik yang terkadang berbeda. Kita berharap kegiatan ini terus berlanjut untuk membekali mahasiswa lebih lengkap” Tutup politisi Golkar tersebut.


Red/AH