Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena dalam acara Kampanye Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Di Kota Kupang |
KUPANG | DETIKSARAI.COM - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, menggambarkan stunting sebagai sebuah tragedi kemanusiaan.
Hal ini disampaikannya dalam acara Kampanye Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Aula Gereja Assumpta, Kota Kupang, pada Selasa (12/12/2023).
Politisi Golkar yang kerap disapa Melki Laka Lena ini mengatakan, jika kita merasa stres melihat bunga atau tanaman layu, serta merasa prihatin melihat binatang kurus, namun tidak merespon dengan serupa terhadap manusia yang kurus, hal tersebut mencerminkan kehilangan kemanusiaan.
"Melihat orang, anak-anak kurus kita biarkan, itu urusan orang tuanya. Kita sempat berpikir begitu. Sebenarnya, urusan anak-anak stunting ini adalah urusan sosial kita bersama," tegas Melki Laka Lena, yang juga Ketua Partai Golkar NTT.
Menyoroti perlunya perhatian terhadap stunting sebagai tanggung jawab bersama, Legislator dari Dapil NTT II itu menyatakan bahwa tidak mungkin ada program yang berhasil jika hanya menjadi urusan pribadi orang tua. Percepatan penurunan stunting, menurutnya, membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, dan di situlah kampanye stunting dilaksanakan.
Ia bercerita, pada suatu kesempatan di Yogyakarta, Ia bertemu dengan 350 mahasiswa yang mayoritasnya mengajukan pertanyaan mengapa kegiatan ini dilakukan di sana. "Kalian mahasiswa di Jogja ini tugasnya memberikan pencerahan kepada orang-orang di kampung kalian," jawab Ketua Pemenangan Prabowo-Gibran NTT.
Melki Laka Lena menekankan bahwa masa reaksi terhadap stunting terletak pada 1000 hari pertama kehidupan, di mana memberikan bantuan gizi menjadi krusial. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kurangnya gizi pada anak sejak awal kehidupan dapat mengakibatkan kegagalan pertumbuhan dan berpotensi menciptakan manusia yang hidup dalam penderitaan.
"Kondisi gagal tumbuh pada anak dimulai sejak 1000 hari kehidupan akibat kurangnya gizi. Di NTT sendiri, sumber daya untuk memberikan gizi kepada ibu hamil cukup banyak, seperti madu hutan, daun kelor, ikan, sorgum, daging sapi, dan telur," tambah Melki Laka Lena, menekankan pentingnya upaya bersama dalam memberikan gizi tambahan kepada ibu hamil.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN NTT, Elsa Pongtuluran, melalui perwakilan, BKKBN NTT menegaskan komitmennya dalam melaksanakan tugas pencegahan stunting sesuai dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021. Ditekankan bahwa BKKBN telah ditugaskan oleh Presiden untuk menjadi pelaksana utama dalam upaya pencegahan stunting di wilayah tersebut.
Pada acara ini, Elsa Pongtuluran menyampaikan, "Stunting memiliki dampak besar, terutama di NTT, dan sebagai petugas, kami bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Komisi IX DPR RI sebagai mitra yang terlibat dalam setiap kegiatan sosialisasi."
Dalam melaksanakan tugas intervensi, BKKBN NTT fokus pada sosialisasi-sosialisasi terkait pencegahan penurunan stunting. Mitra utama mereka, Komisi IX DPR RI, memiliki peran krusial dalam mendukung upaya tersebut, terutama dalam aspek kesehatan.
"Kami tidak bisa menjalankan tugas kami tanpa mitra Komisi IX DPR RI, jadi kami harus bekerja secara kolaborasi," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Kupang, Francisca JH Ikasasi, menyoroti perjuangan melawan stunting di wilayah tersebut. Dengan fokus pada pendidikan masyarakat, hari ini dibahas materi "Merencanakan Kehadiran Anak dalam Sebuah Keluarga" sebagai langkah awal penanggulangan stunting.
Francisca menjelaskan bahwa Kota Kupang telah berupaya keras menurunkan angka stunting, mencatatkan penurunan dari 26 kasus pada 2021 menjadi 17,29 pada Agustus 2023. Menyusul amanah Presiden melalui Perpres 72, target nasional di tahun 2024 adalah 14%, diharapkan Kota Kupang dapat mencapai pencapaian tersebut.
Terobosan ini bukan semata kampanye, melainkan implementasi nyata untuk memahami pentingnya "Merencanakan Kehadiran Anak dalam Sebuah Keluarga". Dalam 1000 hari pertama kelahiran, peran keluarga menjadi krusial dalam mencegah stunting, sebuah upaya yang sejalan dengan visi kota mencapai keberhasilan pada tahun 2024.
Francisca menegaskan manfaat Keluarga Berencana, khususnya dalam mencegah 4T: terlalu tua melahirkan, terlalu muda melahirkan, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat melahirkan. Ia juga menyoroti fase penting dalam perencanaan keluarga, mulai dari menunda, menjaga jarak, hingga tidak hamil lagi. Dengan fokus usia 20-35 tahun, secara psikologis, masyarakat diharapkan lebih terdidik, memiliki gaya hidup sehat, dan mapan secara finansial, menjadikan perencanaan pra kehamilan lebih baik.
Red/AH