KUPANG | DETIKSARAI.COM - Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspotika Republik Indonesia (LP2TRI) menyuarakan aspirasi masyarakat pencari keadilan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan harapan korban. Ketua Umum (LP2TRI), Hendrikus Djawa menerima pengaduan dari korban mafia tanah tentang ada keterlibatan pejabat utama Polda NTT dalam kasus tersebut dan Kabid Propam Polda NTT menerima sebidang tanah dari pihak terlapor. Pada 02/06/2023.
Ketua Umum LP2TRI menerima pengaduan dari Korban yang merupakan salah satu ahli waris tanah di kota Kupang,
"Korban selama ini berjuang bersama ahli waris lainnya dengan mengeluarkan banyak biaya tapi selalu gagal bahkan korban minta bantuan pihak badan pertanahan nasional Kota Kupang untuk membantu tapi pihak BPN tidak bisa turun ke lokasi karena membahayakan nyawa.
Korban sudah bertemu Wakapolda NTT meminta petunjuk apakah bisa diproses secara hukum atau tidak dan Wakapolda arahkan korban buat Laporan Polisi artinya sudah ada unsur-unsur pidana sehingga Wakapolda arahkan korban langsung ke SPKT buat Laporan Polisi. Laporan Polisi juga macet bahkan bergantian Penyidik juga tidak ada progres perkembangan penanganan kasus tersebut sehingga korban datang minta bantuan LP2TRI." Beber Hendrikus
Setelah menerima pengaduan korban dan di dalami oleh Ketum LP2TRI ternyata ada informasi bahwa banyak oknum-oknum penegak hukum yang mendapatkan tanah dari terlapor bahkan ada sebidang tanah diberikan ke Kabid Propam Polda NTT.
"Bahkan diduga ada preman yang dipelihara oleh ahli waris lainnya untuk menakuti korban dan keluarga ahli waris lainnya. Apakah preman di lindungi oleh Polri? atau ada oknum-oknum mafia hukum yang melindungi mafia tanah.
Tanah warisan itu jelas milik semua ahli waris sehingga tidak bisa dikuasai sendiri oleh salah satu ahli waris maka secara lembaga kita akan laporan ke Bpk. Kapolri Satgas Mafia Tanah Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan kementerian Agraria Tata Ruang/BPN RI dan Kapolda NTT untuk membantu Korban dan keluarga serta Ahli Waris lainnya dan laporan ke Istana Presiden karena oknum-oknum mafia Hukum bisa diberantas apabila laporan sudah sampai ke Istana." Ucapnya
Lanjut Ketum LP2TRI, "Korban sebagai Ahli Waris silahkan membangun diatas tanah warisan kalau ada preman tegur langsung buat Laporan Polisi dan disitu akan ketahuan kalau Polisi tidak proses hukum preman tersebut maka preman itu dipelihara polisi untuk kepentingan tertentu. Ada pengacara terlapor yang katakan bahwa terlapor sah menguasai tanah warisan tersebut. Hal ini jelas pengacara tersebut tidak paham hukum karena tanah warisan tidak bisa dikuasai sendiri kecuali sudah ada kesepakatan bersama para ahli waris lainnya untuk serahkan hak kepadanya.
Jadi hak waris itu melekat dengan sendirinya pada keturunan langsung dari Pemilik Warisan artinya kalau ada 10 orang anak, 10 orang cucu maka bagian masing-masing anak dan cucu diberikan sesuai kesepakatan luasnya per orang anak /cucu bukan 1 orang cucu kuasai semuanya maka itu disebut menggelapkan Hak atas tanah milik Korban dan Ahli Waris lainnya bisa disebut Mafia Tanah." Tuturnya
Dirinya pun menjelaskan tanah warisan itu tetap tidak bisa dicabut hak Waris oleh pihak manapun "Apalagi menggunakan putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan isi putusan lalu membuat alibinya sendirian seolah-olah telah menang perkara, ingat tanah warisan itu tetap tidak bisa dicabut hak Waris oleh pihak manapun karena Pengadilan tidak bisa putuskan darah keturunan langsung dari Pemilik Warisan kalau Pengadilan memutuskan Hak Waris lainnya dari keturunan langsung pemilik warisan maka patut diduga ada mafia hukum di pengadilan yang putuskan karena suap." Tutup Ketum LP2TRI itu.
Liputan/AH