KUPANG | DETIKSARAI.COM - Ketua Umum Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspotika Republik Indonesia (LP2TRI) Melaporkan ke Kapolri, Propam Mabes Polri dan pihak-pihak berwenang atas perbuatan tercela penyidik Reskrim Polda NTT yang bekerja tidak profesional dalam perkara kasus pembunuhan berencana mahasiswa UNWIRA Carolina A. Sowo (Charly), jenazah korban ditemukan di pantai Oesapa pada tanggal 24 Juli 2018 lalu. Senin, 15/05/2023.
Ketum LP2TRI, Hendrikus Djawa mengatakan bahwa dirinya telah melaporkan pihak-pihak berwenang atas perbuatan tercela penyidik Reskrim Polda NTT.
"Kasus pembunuhan berencana mahasiswa UNWIRA ditangani penyidik harusnya profesional sehingga dalam melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan tidak ada kesalahan yang dibuat. Penyidik seharusnya memiliki integritas yang baik dalam bekerja bukan melakukan pungutan liar dan/atau pemerasan terhadap keluarga korban atau korban." Bebernya
Selain itu menurutnya kasus pembunuhan berencana tapi bisa pelakunya divonis bebas, "Kasus pembunuhan berencana tapi bisa pelakunya di vonis bebas, hal ini menjadi catatan buruk bagi Polda NTT dan kejaksaan bahkan Pengadilan agar ke depannya tidak terjadi lagi. Keluarga Korban berjuang untuk dapatkan keadilan dan kepastian hukum kemana lagi kalau Penyidik, Jaksa dan Hakim kalah dari Pelaku Kejahatan ?." Ujar Ketum LP2TRI itu
Lanjutnya hal yang lebih buruk lagi penyidik Polda NTT meminta uang untuk penyelidikan dan penyidikan, "Hal yang lebih buruk lagi penyidik Polda NTT meminta uang untuk penyelidikan dan penyidikan bahkan pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan dari keluarga korban. 2 juta sampai 15 juta ini menjadi hal yang merusak citra Kepolisian, apakah penyidik makan sendir atau ada pihak lain turut menikmati uang tersebut, sekarang penyidik Polda NTT dihubungi ketua umum LP2TRI untuk penyidikan ulang kasus ini bagaimana?" Jelas Hendrikus
Hendrikus juga menambah bahwa, penyidik meminta keluarga korban harus ada alat bukti baru, keluarga korban menghabiskan uang tidak dapat keadilan dan kepastian,
"Penyidik tersebut meminta keluarga korban harus ada alat bukti baru (Novum) tugas penyidik yang melakukan investigasi alat bukti tapi di bebankan ke keluarga Korban?. Bukti baru seperti apa lagi kalau berkas perkara sudah P-21?, inilah wajah hukum yang hancur dari oknum-oknum penegak hukum yang tidak profesional. Akhirnya masyarakat pencari keadilan tidak percaya lagi supremasi hukum kalau mental penegak hukum seperti ini. Keluarga korban uang habis, tidak dapa keadilan dan kepastian malahan disuruh cari alat bukti baru." Sambungnya
Laporan LP2TRI ke Kapolri secara langsung melalui Pesan WhatsApp dan ke Propam Polda NTT serta pihak-pihak berwenang lainnya telah dilakukan dan telah direspon cepat oleh Propam Polda.
"Secara lembaga kami hari ini bersurat ke Mabes Polri dan pihak-pihak berwenang lainnya agar bisa membantu keluarga korban sehingga harapan korban adanya Penyidikan Ulang bisa dilakukan Polda NTT atau Mabes Polri." Tutup Ketum LP2TRI, Hendrikus Djawa
Liputan/AH