DetikSarai | Makassar - Terindikasi peristiwa pelaporan Ishak Hamzah kepada H Abd Rahmat alias Beddu kembali terulang di tahun 2012 lalu.
Kuasa Hukum terlapor Ishak Hamzah Muh Sirul Haq, meminta oleh penyidik Tahbang Polrestabes Makassar, transparan dalam pemeriksaan Rincik asli yang dikuasai H Abd Rahmat alias Beddu, yang juga diberikan kepada penyidik dalam penanganan perkara pasal 167.
Sesuai surat perintah penyitaan nomor: Sp sita/329/I/Res.1.2/2023/Reskrim tanggal 4 Januari 2023.
"Jangan sampai peristiwa tersebut kembali terulang lagi. Dimana saat terlapor H Abd Rahmat, ketika dilaporkan di tahun 2012 tentang Penggelapan surat Rincik," Tegas Muhammad Sirul Haq selaku Kuasa Hukum terlapor Ishak Hamzah, usai mendampingi kliennya di Polda Sulsel, Jumat (20/01/2023).
H Abd Rahmat alias Beddu, menyerahkan surat Rincik kepada saudara Andi Nurdin, kemudian surat tersebut diserahkan ke ibu Neneng (alm), tante dari Ishak Hamzah kemudian Dari tangan ibu neneng sendiri menyerahkan ke Ishak Hamzah di Bonto Cabu, Maros pada tahun 2012.
Setelah RINCIK tersebut berada di tangan Ishak, tak berselang lama, Ishak kemudian mengecek surat Rincik tersebut, ternyata sudah dalam keadaan tidak utuh.
"Kertasnya pendek, plastik itu tidak sesuai waktu semula diserahkan rapih dan sudah di scanner. Tak berselang lama, Ishak ke rumahnya Drs. Laode Abd Kadir, mantan Kepala Ipeda tahun 1988. Begitu sampai, ia langsung memeriksa Rincik tersebut, dia mengatakan bahwa Rincik ini bukan asli tapi merupakan hasil scanner," kata Ishak klien kami.
Begitu mengetahui bahwa RINCIK yang H Rahmat kembalikan adalah hasil scanner, Ishak pun langsung menelpon
"Haji, kenapa plastiknya robek dan kertasnya berubah pendek ini, H Rahmat mengatakan bahwa itu tidak apa-apa, yang penting isinya tetap sama tidak berubah," tiru Ishak pada saat itu kepada media, Selasa (17/01/2023).
Dengan kejadian itu, kami laporkan H Abd Rahmat alias Beddu, pada tahun 2012 tentang dugaan tindak pidana penggelapan surat Rincik tanah, Nomor: LP/671/K/III/2012 RESTABES MKSR.
Namun faktanya, penyidik Polrestabes Makassar tidak menindaklanjuti laporan polisi saya yang justru A2 kan.
Berjalannya waktu, pada tahun 2016, H Abd Rahmat, meminta Rincik hasil scan ke saya (Ishak Hamzah), yang waktu itu dia serahkan pada tahun 2012. Ia mengatakan Ishak kasihkan ma itu Rincik scan, dengan alasan H Beddu berjanji akan melunasi sisa pembayaran yang tertuang di dalam akta Perjanjian Jual Beli (PJB).
Dalam surat perikatan jual beli tersebut, H Abd Rahmat, selaku pembeli berkewajiban membayar tanda jadi (DP) kepada Hamzah Daeng Taba orang tua kandung Ishak Hamzah, sebesar Rp. 600.000.000,- namun kenyataannya H Abd Rahmat tidak memenuhi kewajibannya. Ia hanya mampu penuhi kewajibannya sebesar Rp. 400.000.000,-.
Menanggapi permintaan H Rahmat, Ishak Hamzah, langsung memberikan Rincik itu di rumahnya H Rahmat yang di Jl. Sultan Alauddin disaksikan oleh Mukhsin (paman Ishak Hamzah) dan Ocang (menantu H Beddu) dan sporadik.
Padahal Rincik yang ia minta ini hasil scan dari dia, yang selama kurang lebih 4 tahun saya kuasai. Rincik ini pun saya jadikan barang bukti Pelaporan waktu tahun 2012 ketika itu saya laporkan tentang dugaan tindak pidana penggelapan surat tanah Rincik.
Nah, setelah H Abd Rahmat alias Beddu ini terima RINCIK tersebut, waktu pun berlalu H Rahmat tak kunjung menepati janjinya untuk melunasi sisa pembayaran sesuai dengan yang tertuang dalam PJB.
Kami pun kembali melaporkan yang kedua kalinya, pada tanggal 9 Agustus 2019. Dengan bukti Laporan pengaduan
SP.LIDIK/2133/VII/RES.1.11/2019/RESKRIM TGL.19 AGUSTUS 2019 tentang dugaan tindak pidana penggelapan. Waktu itu yang menerima Brigpol Moh Suliswanto, SH dan penyidik Bripka Alam Setiawan.
Melihat dari perbuatan terlapor H. Abd Rahmad alias Beddu, memang sudah memiliki niat dari awal untuk menipu orang tua kandung saya Hamzah Daeng Taba.
Dengan modus, pada tanggal 28 Juli 2008 lalu, Hamzah Daeng Taba orang tua kandung Ishak Hamzah dihadapan Amirullah Tahir, SH., selaku pengacara bersepakat membuatku Akte Kesepakatan Perjanjian Jual Beli (PJB) lahan/tanah dengan H Abd Rahmat alias Beddu, yang termasuk dalam Persil 109 DII Luas 10,65 Ha, yang masuk dalam Akta perikatan jual beli (PJB) tersebut hanya seluas 15.000 Meter Persegi.
Bukan yang berada di dekat lokasih yang terdapat bangunan mesjid saat ini, akan tetapi melainkan depan Indomaret.
Dimana tempat bangunan kami di robohkan pada hari Senin tanggal 3 Mei tahun 2021 sekitar pukul 11.00 WITA yang kejadian pengrusakan tersebut kami pun sudah laporkan pada tanggal 4 Mei nomor STTLP/140/V/ 2021/SPKT. Yang saat ini ditangani penyidik tahbang subdik III Polda Sulsel atas nama Asdar.
Sampai hari ini juga belum memiliki suatu kejelasan. Anehnya yang kami laporkan adalah pengrusakan kok malah yang diperiksa adalah ke pemilikan tanah.
Hal tersebut juga kami sangat kecewakan dan kami sudah laporkan ke wasidik namun lagi-lagi model laporan kami seperti tidak berarti buat mereka.
Disini kami hanya ingin tegaskan ke pada oknum penyidik yang menangani kasus pasal 167 yang dilaporkan perempuan Hj Wafiah Syahrir tanggal 23 Agustus 2021 tentang tuduhanya terhadap klien kami Ishak Hamzah pasal 167.
Dengan adanya pemanggilan penyidik kepada H Rahmat, untuk meminta Rincik asli kepunyaan kami, jangan sampai H Rahmat ini menyerahkan Rincik hasil scan sehingga terulang kembali perbuatan yang sama dulu kami rasakan.
Dimana terlapor H Rahmat alias H Beddu dulu mengembalikan rincik yang dia sudah scan kepada kami sehingga lahirla dua laporan polisi yang kami laporkan.
Untuk itu kami juga menghimbau para atasan penyidik yang menangani kasus 167, Kenapa laporan polisi yang kami laporkan semuanya dimentahkan padahal kuwalitas bukti dari kejahatan yang kami laporkan tersebut, sangatlah memiliki kecukupan bukti.
Akan tetapi kalau kami yang dilaporkan walaupun tidak memenuhi unsur-unsur pasal yang diterapkan pada kami dalam pasal 167 luar biasa penyidik membangun opini kejahatan untuk memangsa kami seolah kami adalah target penyidik yang sudah disayembarakan yang harus dipersalahkan dalam kasus tersebut.
Ada apa dengan kepolisian kita seperti ini,
Seolah Penanganan Hukum di kepolisian kita tidak lagi berdasarkan keprofesionalan sebagai landasan yang utama dalam melakukan penyelidikan yang sempurna. Justru yang kami rasakan diskriminalisasi yang sangat kotor.
Kiranya persoalan kami ini para petinggi polri memiliki ke pekahan yang sangat dalam, untuk membangun citra kepolisian republik Indonesia dengan cara bersungguh-sungguh tidak hanya dengan kegagahan sebuah narasi semata dengan berbagai program namun aplikasinya masih banyak oknum-oknum melakukan praktek-praktek mafia hukum yang menguntungkan pihak-pihak tertentu seperti yang kami alami dan rasakan saat ini.
Liputan