Notification

×

Iklan

Iklan

Lobster, Makanan Khas Memek dan Cerita Smong dari Simeulue

Senin, 21 November 2022 | November 21, 2022 WIB Last Updated 2022-11-21T10:47:18Z
Foto: Ihwan Julmi

Penulis: Ihwan Julmi, (Relawan Tsunami Aceh 2004 / Staf BPBA / Wakil Ketua PWPM Aceh Bidang Budaya, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Wakil Sekretaris DPD KNPI Aceh Bidang Penanggulangan Bencana Dalam / Pembina DPP Masyarakat Cerdas Anti Narkotika)


DetikSarai, Simeulue - Adalah salah satu Kabupaten di Aceh, yang berada kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, berdiri tegar di Samudera Indonesia dengan semboyan Ate Fulawan yang memiliki makna Berhati Emas. 


Ibu kota Kabupaten Simeulue adalah Sinabang, kalau diucapkan dengan logat daerah adalah Si Navang yang berasal dari legenda Navang. 


Mengutip dari sejarah Simeulue, Navang adalah si pembuat garam masa dulu di daerah Babang (pintu masuk teluk Sinabang. 

Dulunya Navang membuat garam dengan membendung air laut yang masuk ke pantai Babang, kemudian dikeringkan lalu menjadilah garam. 


Garam Navang lambat laun menjadi dikenal di sekitar Ujung Panarusan sampai ke Lugu. 

Jika penduduk membutuhkan garam, maka mereka akan menuju si Navang, yang lambat laun konsonan 'V' pada Navang berubah menjadi Nabang.


Perjalananku ke Simeulue awal November 2022, menggunakan pesawat Wings Air dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Aceh, pukul 7 pagi dan transit sekitar 15 menit di Bandara Kuala Namu Sumatera Utara, alhamdulillah, kami mendarat dengan selamat di Bandara Lasikin Kabupaten Simeulue sekitar pukul 10 pagi. 


Lalu bagaimana kondisi cuaca di Simeulue? 


Boleh dibilang, sejak kedatanganku, cuacanya selalu mendung diiringi gerimis dan hujan, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi kami saat beraktivitas menggunakan sepeda motor. Menggunakan sepeda motor, merupakan pilihan terbaik, mengingat selama berada di Simeulue, menurut informasi, sedang terjadi kelangkaan BBM Solar sehingga kurang ideal menggunakan kendaraan beroda empat atau mobil. 


Pernahkah kehujanan selama di Simeulue? 


Tentu saja dengan kondisi cuaca yang hampir setiap hari gerimis dan hujan, sehingga membuat saya kehujanan saat naik motor, sehingga tak jarang saya bersama kawan harus berteduh beberapa kali, termasuk di rumah warga atau tempat yang aman dari hujan. Namun demikian, kami sangat menikmati suasana tersebut.


Hal lain yang dirasakan, karena sering gemiris disertai hujan, selama 5 hari di Simeulue, saya tak bisa jogging rutin seperti biasanya, walau perlengkapan olahraga sudah siaga di dalam tas, namun apa daya cuaca tak memungkinkan. 


Ya, jogging rutin merupakan cara yang saya lakukan untuk menjaga kebugaran tubuh, minimal 45 menit per hari atau minimal 150 menit per minggu,sudah termasuk pemanasan dan pendinginan.


Pulau Simeulue, selain memiliki panorama alam yang indah, salah satunya tempat wisata di pantai busung juga terdapat makanan khasnya yaitu memek atau salam bahasa Aceh . bahan dasar memek adalah pisang, beras ketan dan santan.


Dalam bahasa Aceh, mamemek artinya mengunyah beras. 


Memek atau mamenek, telah dinobatkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI). 


Di samping memek, penulis juga punya pengalaman menikmati lobster khas simeulue di samping ikan segar, cumi dan makanan lainnya yang sangat enak dan tentunya menggoda sepeda untuk segera disantap.


Ya, kalau ke Sinabang jangan lupa santap lobster atau mie lobster yang lokasinya di samping masjid Taqwa Muhammadiyah Sinabang, dijamin pasti enak dan se-porsi harganya terjangkau. 


Seingatku, perjalanan ke pulau penghasil cengkeh dan lobster, merupakan yang ke 7 kalinya sehingga Kota Sinabang Ibukota Simeulue seolah telah akrab dengan ku. 


Sebelumnya, pernah 2 kali melakukan perjalanan di tahun 2021 menggunakan KMP. Aceh Hebat 1, nyebrang sekitar 14 jam di lautan dari Pelabuhan Calang ke Pelabuhan Sinabang. KMP. Aceh Hebat 1, yang didesain untuk penyebrangan jarak jauh, terbukti keberadaannya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 


Kami sendiri sudah merasakan kenyamanan penyebrangan selama 14 jam dari Pelabuhan Calang Kabupaten Aceh Jaya ke Pelabuhan Sinabang Kabupaten Simeulue dan sebaliknya dari Pelabuhan Sinabang ke Pelabuhan Calang. 


Kenapa nyaman naik KMP Aceh Hebat 1? 


Karena dengan harga tiket 76 ribuan di tahun 2021, penumpang bisa beristirahat dengan tenang di KMP Aceh Hebat 1 karena tersedia tempat tidur khusus untuk penumpang di samping terdapat kamar yang disewakan juga restourant di lantai II dan III serta fasilitas lainnya.


KMP Aceh Hebat 1, terbukti memperlancar konektivitas antar Pulau Sumatera, khususnya Aceh daratan dengan Pulau Simeulue, Aceh kepulauan. Mari, berwisata ke Pulau Simeulue dengan KMP. Aceh Hebat 1 dan nikmati kelezatan lobster dan berbagai jenis ikan serta berbagai produk ekonomi kreatif di Pulau Simeulue.


Dan 2 kali di tahun 2020 menggunakan pesawat dari Bandara SIM Aceh ke Bandara Lasikin Simeulue melalui Bandara Kuala Namu. Saat kedatangan, saya sempat bersilaturrahim dan dijamu oleh Bupati Simeulue, H. Erli Hasyim, SH. S. Ag, M. I. Kom. 


Sementara, saat akan pulang ke Banda Aceh, sempat tertunda jadwalnya karena waktu itu cuaca buruk sehingga tidak ada pesawat yang beroperasi alias terjadi pembatalan penerbangan demikian halnya jalur laut, karena terjadi cuaca ekstrim, tidak ada kapal dari Sinabang yang berlayar ke Aceh daratan atau pulau Sumatera. 


Sehingga akhirnya, atas bantuan Bupati Simeulue, H. Erli Hasyim, SH. S. Ag, M. I. Kom, kami menginap di pendopo lama selama dua malam sebelum kembali ke Banda Aceh menggunakan pesawat dari Lasikin tujuan Sultan Iskandar Muda via Kuala Namu. 


Karena cuaca buruk juga, sedianya Sekretaris PWPM Aceh akan ke Simeulue menggunakan pesawat untuk membuka Musyda PDPM Simeulue, akhirnya tak jadi berangkat sehingga waktu itu saya pribadi di luar kedinasan masih menjawab sebagai Komandan Wilayah KOKAM SAR Aceh, yang kebetulan tidak bisa pulang ke Banda Aceh karena cuaca buruk, diminta untuk membuka Musyda PDPM Simeulue yang saat itu juga dihadiri oleh Bupati Simeulue, H. Erli Hasyim, SH. S. Ag, M. I. Kom.


Dan sekali lagi di tahun 2020, kala itu, saya sempat mengunjungi dan shalat dzuhur di masjid besar di Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat. 


Menurut berbagai sumber, saat kejadian tsunami 1907 lalu, ribuan nyawa melayang, rumah dan surau hancur, termasuk harta benda dan jejak bencana hebat itu, masih terlihat pada sebuah kuburan yang terletak di pelataran masjid besar di Desa Salur.


Sementara di tahun 2019, kala itu, perjalanannya, menggunakan moda transportasi udara dari Bandara SIM Aceh ke Bandara Lasikin Simeulue melalui Bandara Kuala Namu Sumatera Utara dan kali pertama ku singgah di Sibang, saat menjadi Instruktur simulasi gempa dan tsunami yang dilaksanakan oleh BPBA di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil, tahun 2015. 


Kala itu, kami berangkat ramai-ramai menggunakan Kapal Basarnas Aceh, dari Pelabuhan Ulee Lheue Kota Banda Aceh, kemudian mampir di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan Sinabang Kab. Simeulue untuk angkut personil Basarnas sebelum melanjutkan perjalanan laut ke Pulau Banyak Kab. Aceh Singkil. 


Jadi dari Kota Banda Aceh ke Pulau Banyak Kab. Aceh Singkil, menggunakan Kapal Basarnas Aceh dengan jarak tempuh sekitar 14 jam karena Kapal Basarnas memiliki kecepatan maksimal 30 knot sehingga lebih cepat sampainya. 


Sampai tibalah waktunya kami harus meninggalkan Pulau Simeulue untuk kembali ke Kota Banda Aceh menggunakan pesawat Susi Air. 

Pesawat Susi Air, milik Bu Susi Pujiastuti, mantan Menteri Kelautan, merupakan pesawat kecil dengan jumlah penumpang sekitar 12 orang ditambah pilot dan co pilot. 


Naik Susi Air tentu menjadi pengalaman pertama, walau kecil pesawatnya tapi saya merasa nyaman karena terbangnya rendah dibanding pesawat berbadan besar sehingga dari udara bisa melihat lebih jelas pandangan sepanjang perjalanan. 


Sedianya waktu tempuh dari Bandara Lasikin Simeulue ke Bandara SIM, sekitar 1 jam 35 menit, namun karena cuaca buruk di Bandara SIM pada hari itu, sehingga setelah berkoordinasi dengan pihak Bandara SIM, pilot Susi Air diarahkan berkoordinasi dengan menara kontrol Bandara Maimun Saleh di Pulau Weh Kota Sabang. 


Namu karena tak ada jawaban, akhirnya pilot memutuskan mendarat di Bandara Maimun Saleh dari pada berputar-putar di udara dengan konsekuensi akan kehabisan bahan bakar karena cuaca buruk, Susi Air tidak memungkinkan juga untuk mendarat sesuai jadwal di Bandara SIM.


Boleh dibilang pendaratan "darurat" di Bandara Maimun Saleh karena cuaca buruk di Bandara SIM, sempat "mengejutkan" pihak di bandara setempat, karena pesawat yang kami tumpangi sebenarnya tidak ada jadwal mendadak. 


Namun setelah pilot menjelaskan kondisi sebelum mendarat, akhirnya perwakilan otoritas bandara maimun saleh, saling mengerti dan saat cuaca di Bandara SIM kembali normal, pihak di Bandara Maimun Saleh, melepas kami terbang kembali ke bandara SIM dengan senyum dan lambaian tangan, hal tersebut sempat ku lihat melalui kaca jendela Susi Air. 


Setelah transit sekitar 1 jam di Bandara tersebut, akhirnya kami kembali boarding melanjutkan penerbangan yang tertunda dan alhamdulillah, sekitar 12 menit kami terbang dari Bandara Maimun Saleh, akhirnya Susi Air mendarat dengan mulus di Bandara Sultan Iskandar Muda. 


Saat transit di bandara maimun saleh, tak sengaja ku bertemu kembali dengan Bang Hanafi Lubis, pegawai dinas kesehatan Simeulue. 


Ternyata kami satu pesawat dan tak sempat bertemu di bandara nasikin karena waktu itu, saya cepat cepat naik ke Susi Air, berharap bisa duduk di jendela pas di belakang pilot/co pilot, tujuannya supaya bisa mengabadikan pemandangan dari udara, kali pertamaku, terbang bersama Susi Air. 


Kali pertamaku bertemu dengannya saat sama-sama mengikuti Training of Trainer Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan oleh IOM dan Pusdiklat PB BNPB selama seminggu di Beratagi Sumatera Utara tahun 2013.


Keesokan paginya, saya membaca berita di koran maupun media online, akibat cuaca buruk di seputaran Bandara SIM, 7 November 2022, mengakibatkan beberapa pesawat dari luar Aceh tujuan Banda Aceh tidak bisa mendarat. 


Demikianlah, kisah perjalananku ke Pulau Simeulue yang berada tepat di atas persimpangan tiga palung laut terbesar dunia, yakni pada pertemuan lempeng Asia dengan lempeng Australia dan lempeng Samudera Hindia. 


Sehingga pada saat terjadinya gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, pulau ini mengalami kerusakan sarana prasarana sangat parah namun jumlah korban jiwa akibat peristiwa tersebut relatif minim, hal ini disebabkan masyarakat setempat sudah mengenal secara turun temurun peristiwa yang disebut sebagai smong atau tsunami melalui kesenian atau budaya daerah setempat yang disebut Nandong dan peristiwa tsunami atau Smong, pernah terjadi pada tahun 1907. 


Apabila terjadi gempa besar diikuti oleh surutnya air laut dari bibir pantai secara drastis maka tanpa disuruh, seluruh penduduk, beranjak meninggalkan lokasi menuju tempat-tempat ketinggian atau perbukitan guna menghindar dari terjangan smong atau tsunami. 


Seni tutur cerita Smong yang merupakan kearifan lokal dari Pulau Simeulue telah mendunia dan ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) pada tahun 2016 oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud RI.


Dan smong yang merupakan cerita mitigasi bencana tsunami, sering ku jadikan contoh baik, bagaimana ketangguhan suatu masyarakat di Pulau Simeulue, mempersiapkan diri terhadap ancaman bahaya tsunami, dikala ada pertemuan baik dengan guru, murid sekolah, mahasiswa/i, masyarakat maupun instansi/lembaga terkait.


Berikut syair Nandong yang diwariskan secara turun temurun :

Enggelmon Sao curito (Dengarlah sebuah cerita)

Inang maso semonan (pada masa jaman dulu)

Manoknop sao fano (tenggelam satu tempat) 

Wila dasesewan (Begitulah mereka ceritakan)

Unenne Alek Linon (Diawali dengan gempa)

Besang bakatneMalli (Disusul ombak yang besar sekali)

Manoknop Sao hampong (Tenggelam seluruh kampung)

Tibo-tibo Mawi (Tiba-tiba saja)

Anga linonneMalli (Kalau gempanya kuat)

Uwek surui sahuli (Disusul air surut sekali)

Mahea mihawali (Segera cari)

Fanome singa tenggi (Tempat kalian yang lebih tinggi)

Ede Smong kahanne (Itulah Smong namanya)

Turiang da nenekta (Sejarah nenek moyang kita)

Miredem teher ere (Ingatlah ini betul-betul)

Pesan dan navida (Pesan dan nasihatnya).


Liputan/RIZKI