DetikSarai, Kupang - Terulang kembali kasus kekerasan dalam dunia pendidikan, kali ini korbannya merupakan AF (11) siswi kelas V di Sekolah Dasar Inpres Dalebane, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote-Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh Media Pada Selasa, (25/10/2022), penganiayaan yang dilakukan oknum guru berinisial AL alias Yanto tersebut terjadi Pada Tanggal 16 September 2022 lalu.
Siswi berinisial AF (korban) didampingi ayah kandungnya HF (48) yang juga merupakan warga RT 05/RW 03, Desa Bolatena, Kecamatan Landu Leko pada media mengatakan bahwa,
"Kejadian bermula saat apel pulang, waktu itu saya sedang pimpin barisan. Pak berikan arahan kepada murid Kelas IV untuk menghafal perkalian." Kata AF sedih.
Menurut AF hanya tinggal bersama Ayahnya lantaran ibunya telah meninggal sejak ia masih kecil bahwa disaat sang guru sementara memberikan arahan secara tiba-tiba ada salah satu siswa yang menjawab guru itu sehingga membuat semua murid Kelas IV dan V sontak tertawa.
Tetapi nasib naas pun kemudian dialami AF yang pada waktu itu karena melihat temannya tertawa sehingga dirinya turut ikut tertawa namun hal itu justru membuat oknum guru tersebut marah.
Tanpa banyak bicara guru tersebut pun langsung bangun dan memukulnya dengan cara menampar dari arah belakang sehingga dirinya terpental ke arah meja.
Sebab kerasnya pukulan oknum guru tersebut juga diketahui berstatus pegawai negeri sipil (PNS), dada dan mulut AF (korban) terbentur di meja yang jaraknya tak jauh dari tempat dia berdiri.
Setelah kejadian itu menyebabkan dadanya terasa sangat sakit dan mulutnya mengeluarkan darah hingga tak sadar dirinya sudah kencing ditempat.
Sehabis memukul murid tersebut, oknum guru itu bukan merasa kasihan lalu meminta maaf dan merawat muridnya dalam keadaan kesakitan, tetapi oknum guru Yanto justru mengancam agar hal tersebut tidak boleh dilaporkan kepada orang tua korban.
Sesampai rumah, korban AF yang sedang mengalami sakit terpaksa harus jujur kepada ayah kandungnya bahwa dirinya baru saja di pukul oleh oknum guru Yanto.
"Beta pung dada tatoki di meja dan beta keluar ju, beta punya mulut badarah. Ju pak ikut beta ko bilang pi na jangan kastau orang tua!. Tapi beta punya dada sakit jadi bapa tanya, beta kasi tau beta punya bapa." Ungkap AF dalam dialek melayu kupang.
Ayah kandung siswi kelas V tersebut kepada Media mengaku tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu dan akan memproses hukum kasus tersebut,
"Sebagai ayah kandung saya mau proses secara hukum." Tegas Ayah AF Pada Selasa, (25/10/2022)
Sementara itu Advokat Widyawati Singgih, SH., M.Hum., saat dikonfirmasi media Pada Rabu, (26/10/2022), untuk dimintai pandangan hukumnya terkait persoalan ini, mengatakan bahwa,
"Tugas seorang guru adalah membimbing, mengayomi dan mendidik anak didiknya. Dalam memberikan bimbingan serta didikan tersebut bisa dengan cara pendekatan yang lunak maupun keras, namun tidak dengan melakukan kekerasan." Ujarnya
Menurut Advokat LBH Surya NTT ini bahwa pada prinsipnya seorang guru dalam memberikan hukuman haruslah bersifat mendidik sehingga menciptakan kesadaran terhadap perilaku peserta didik yang salah supaya tidak terulang lagi kesalahannya,
"Tetapi dalam kasus kekerasan seorang guru berinisial AL terhadap muridnya AF siswi kelas V pada SD Inpres Dalebane, Desa Bolatena, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote-Ndao ini bukanlah cerminan seorang pendidik. Karena dengan Egonya merasa tersinggung ditertawakan murid-murid lalu menghukum dengan kekerasan fisik.
Ini merupakan tindak pidana penganiayaan anak yang dilindungi oleh Pasal 54 UU Nomor : 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang bunyinya:
1. Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat. Juga secara tegas dalam Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76C nya mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 Juta.
Selain itu Kemendikbud telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun anta sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik." Jelas Advokat LBH Surya NTT
Dia melanjutkan bahwa, "Dalam kasus AL, perilakunya yang melakukan tindak kekerasan tidak mencerminkan kompetensi kepribadian sehingga patut diragukan keguruannya karena hukuman disiplin yang dilakukan oleh guru AL ini merupakan tindakan kekerasan yang dilarang." Pungkas Widyawati
Liputan